Entri Populer

Minggu, 28 November 2010

Peningkatan Mutu Pelayanan SIM dan Penyidikan Laka Lantas






Pencegahan Kasus Menonjol (Program 100 Hari Kebijakan Kapolri)


Dalam Program 100 hari Kebijakan Kapolri Satuan Lalu Lintas Polres Mataram melaksanakan pencegahan kasus menonjol dengan melakukan pengaturan, penjagaan dan patroli pada jam - jam rawan pagi, siang dan malam hari.

Metode Kanalisasi di KTL



Sat Lantas Polres Mataram menerapkan metode kanalisasi pada kawasan tertib lalu lintas dan pastikan Light On dengan menempatkan traffic cone dan anggota Sat Lantas di sepanjang Kawasan Tertib Lalu Lintas (KTL) guna memecah jalur R2 dan R4 sehingga tidak terjadi kamacetan lalu lintas.

Jumat, 19 November 2010

Pemasangan Baner KTL



Satuan Lalu Lintas Polres Mataram memasang banner himbauan dan sosialisasi dengan PT. Astra Honda untuk Kawasan Tertib Lalu Lintas (KTL) serta penerapan metode Kanalisasi

Rapat Koordinasi Program Green Environment (Car Free Day)





Sat Lantas Polres Mataram melaksanakan rapat koordinasi pemantapan Program Green Environment (Kawasan Hijau) Bebas Emisi Gas Buang dalam pelaksanaan kegiatan Car Free Day pada hari Kamis, tanggal 18 Nopember 2010, bertempat di Ruang Kenari Walikota Mataram.



Minggu, 07 November 2010

Giat Pembina Upacara


Sat Lantas Polres Mataram  melaksanakan kegiatan Dikmas Lantas dalam rangka menjadi Pembina Upacara pada sekolah - sekolah sebagai bentuk peningkatan pelayanan dalam Program Quick Wins.

Kamis, 04 November 2010

Gerakan Tertib Lalu Lintas (Door To Door)

Sat Lantas Polres Mataram melaksanakan Gerakan Tertib Lalu Lintas (Door To Door) bersama Duta Lalu Lintas Polres Mataram dengan berkunjung ke rumah Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat untuk memberikan pengetahuan tentang Lalu Lintas dan Sosialisasi Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kemudian untuk ikut serta dalam memberikan contoh kepada masyarakat Kota Mataram demi menciptakan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran Lalu Lintas.

Senin, 25 Oktober 2010

PP 50 TAHUN 2010 TENTANG TARIF PNBP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2010
TENTANG
JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
YANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa dengan adanya penyesuaian jenis dan tarif atas
jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2004
tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia,
perlu mengatur kembali jenis dan tarif atas jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2
ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
3. Peraturan ...
- 2 -
3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis
dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis
dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor
85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3760);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG JENIS DAN TARIF
ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG
BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA.
Pasal 1
(1) Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia meliputi
penerimaan dari:
a. penerbitan Surat Izin Mengemudi;
b. pelayanan ujian keterampilan mengemudi melalui
simulator;
c. penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan;
d. penerbitan Surat Tanda Coba Kendaraan;
e. penerbitan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor;
f. penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor;
g. penerbitan Surat Mutasi Kendaraan Ke Luar Daerah;
h. penerbitan Surat Izin Senjata Api dan Bahan
Peledak;
i. penerbitan ...
- 3 -
i. penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian;
j. penerbitan Surat Keterangan Lapor Diri;
k. penerbitan Kartu Sidik Jari (Inafis Card); dan
l. denda pelanggaran lalu lintas.
(2) Jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf k adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
(3) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l adalah
sebesar pidana denda berdasarkan putusan pengadilan.
Pasal 2
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 mempunyai tarif dalam bentuk
satuan Rupiah.
Pasal 3
Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib disetor langsung
secepatnya ke Kas Negara.
Pasal 4
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 111, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4427) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 5
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar ...
- 4 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Mei 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Mei 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 70
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
SETIO SAPTO NUGROHO
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2010
TENTANG
JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
YANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM
Dalam rangka mengoptimalkan Penerimaan Negara Bukan Pajak guna
menunjang pembangunan nasional, Penerimaan Negara Bukan Pajak pada
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai salah satu sumber
penerimaan negara perlu dikelola dan dimanfaatkan untuk peningkatan
pelayanan kepada masyarakat.
Kepolisian Negara Republik Indonesia telah memiliki jenis dan tarif atas
jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 2004 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Namun, dengan adanya jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang baru dan perubahan tarif, perlu mengatur kembali jenis dan tarif atas
jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5133
LAMPIRAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2010
TANGGAL 25 MEI 2010
JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
YANG BERLAKU PADA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF
I Penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM):
A. Penerbitan SIM A
1. Baru Per Penerbitan Rp 120.000,00
2. Perpanjangan Per Penerbitan Rp 80.000,00
B. Penerbitan SIM B I
1. Baru Per Penerbitan Rp 120.000,00
2. Perpanjangan Per Penerbitan Rp 80.000,00
C. Penerbitan SIM B II
1. Baru Per Penerbitan Rp 120.000,00
2. Perpanjangan Per Penerbitan Rp 80.000,00
D. Penerbitan SIM C
1. Baru Per Penerbitan Rp 100.000,00
2. Perpanjangan Per Penerbitan Rp 75.000,00
E. Penerbitan SIM D
(khusus penyandang cacat)
1. Baru Per Penerbitan Rp 50.000,00
2. Perpanjangan ...
- 2 -
JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF
2. Perpanjangan Per Penerbitan Rp 30.000,00
F. Pembuatan SIM Internasional
1. Baru Per Penerbitan Rp 250.000,00
2. Perpanjangan Per Penerbitan Rp 225.000,00
II Pelayanan ujian keterampilan
mengemudi melalui simulator
Per Ujian Rp 50.000,00
III Penerbitan Surat Tanda Nomor
Kendaraan (STNK)
A. Kendaraan bermotor roda 2, roda 3,
atau angkutan umum
Per Penerbitan Rp 50.000,00
B. Kendaraan bermotor roda 4 atau
lebih
Per Penerbitan Rp 75.000,00
C. Pengesahan Surat Tanda Nomor
Kendaraan (STNK)
Per Pengesahan/
Tahun
Rp 0,00
IV Penerbitan Surat Tanda Coba
Kendaraan (STCK)
Per Penerbitan/
Per Kendaraan
Rp 25.000,00
V Penerbitan Tanda Nomor Kendaraan
Bermotor (TNKB)
A. Kendaraan bermotor roda 2 atau
roda 3
Per Pasang Rp 30.000,00
B. Kendaraan bermotor roda 4 atau
lebih
Per Pasang Rp 50.000,00
VI Penerbitan Buku Pemilik Kendaraan
Bermotor (BPKB)
A. Kendaraan bermotor roda 2 atau
roda 3
1. Baru ...
- 3 -
JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF
1. Baru
Per Penerbitan
Rp
80.000,00
2. Ganti Kepemilikan Per Penerbitan Rp 80.000,00
B. Kendaraan bermotor roda 4 atau
lebih
1. Baru Per Penerbitan Rp 100.000,00
2. Ganti Kepemilikan Per Penerbitan Rp 100.000,00
VII Penerbitan Surat Mutasi Kendaraan Ke
Luar Daerah
Per Penerbitan Rp 75.000,00
VIII Penerbitan Surat Izin Senjata Api dan
Bahan Peledak
A. Senjata Api Non Organik TNI/POLRI
1. Izin Penggunaan untuk Prajurit
Tentara Nasional Indonesia,
anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan
Purnawirawan
Per Kartu Rp 0,00
2. Untuk kelengkapan tugas Polisi
Khusus/ Satuan Pengamanan
a. Buku Pas (Izin Pemilikan)
Senjata Api
1) Buku Pas Baru Per Buku Rp 150.000,00
2) Buku Pas Pembaruan Per Buku Rp 25.000,00
b. Izin Penggunaan Per Kartu Rp 50.000,00
3. Untuk Olah Raga
a. Buku Pas
1) Buku Pas Baru Per Buku Rp 150.000,00
2) Buku ...
- 4 -
JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF
2) Buku Pas Pembaruan Per Buku Rp 25.000,00
b. Izin Penggunaan untuk Olah
Raga
1) Tembak Reaksi Per Surat Izin Rp 50.000,00
2) Target Per Surat Izin Rp 50.000,00
3) Berburu Per Surat Izin Rp 100.000,00
4. Untuk Koleksi
a. Buku Pas
1) Buku Pas Baru Per Buku Rp 150.000,00
2) Buku Pas Pembaruan Per Buku Rp 25.000,00
b. Izin Menyimpan Per Surat Izin Rp 50.000,00
5. Untuk Bela Diri
a. Buku Pas
1) Buku Pas Baru Per Buku Rp 150.000,00
2) Buku Pas Pembaruan Per Buku Rp 25.000,00
b. Izin Penggunaan Per Kartu Rp 1.000.000,00
B. Peralatan Keamanan yang
Digolongkan Senjata Api
1. Senjata Peluru Karet
a. Buku Pas Per Buku Rp 25.000,00
b. Izin Penggunaan Per Kartu Rp 225.000,00
2. Senjata Peluru Pallet
a. Buku Pas Per Buku Rp 25.000,00
b. Izin Penggunaan Per Kartu Rp 225.000,00
3. Senjata …
- 5 -
JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF
3. Senjata Peluru Gas
a. Buku Pas Per Buku Rp 25.000,00
b. Izin Penggunaan Per Kartu Rp 75.000,00
4. Izin Kepemilikan dan
Penggunaan Semprotan Gas
Per Kartu Rp 50.000,00
5. Izin Kepemilikan dan
Penggunaan Kejutan Listrik
Per Kartu Rp 50.000,00
C. Bahan Peledak komersial
1. Izin Impor Per Surat Izin Rp 500.000,00
2. Izin Ekspor Per Surat Izin Rp 500.000,00
3. Izin Re-ekspor Per Surat Izin Rp 500.000,00
4. Izin Gudang Per Surat Izin Rp 500.000,00
5. Izin Pemilikan, Penguasaan, dan
Penyimpanan
Per Surat Izin Rp 500.000,00
6. Izin Pembelian dan Penggunaan Per Surat Izin Rp 500.000,00
7. Izin Produksi Per Surat Izin Rp 500.000,00
8. Izin Pemusnahan Per Surat Izin Rp 500.000,00
D. Kembang Api
1. Izin Impor Per Surat Izin Rp 500.000,00
2. Izin Ekspor Per Surat Izin Rp 500.000,00
3. Izin Re-ekspor Per Surat Izin Rp 500.000,00
4. Izin Gudang Per Surat Izin Rp 500.000,00
5. Izin Pemilikan, Penguasaan, dan
Penyimpanan
Per Surat Izin Rp 500.000,00
6. Izin Pembelian dan Penggunaan Per Surat Izin Rp 500.000,00
7. Izin ...
- 6 -
JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF
7. Izin Produksi Per Surat Izin Rp 500.000,00
8. Izin Pemusnahan Per Surat Izin Rp 500.000,00
IX Penerbitan Surat Keterangan Catatan
Kepolisian
Per Penerbitan Rp 10.000,00
X Penerbitan Surat Keterangan Lapor Diri
A. Pemegang Kartu Izin Tinggal Tetap Per Kartu Rp 200.000,00
B. Pemegang Kartu Izin Tinggal
Terbatas
Per Kartu Rp 100.000,00
XI Penerbitan Kartu Sidik Jari (Indonesia
Automatic Fingerprint Identification
System Card/Inafis Card)
Per Kartu Rp 35.000,00
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Perekonomian dan Industri,
SETIO SAPTO NUGROHO

Sabtu, 23 Oktober 2010

Expiration Notice (Pemberitahuan Masa Berlaku SIM)

Sat Lantas Polres Mataram melaksanakan Program Quick Wins dengan pelayanan prima di bidang registrasi dan identifikasi pengemudi melalui sistim pemberitahuan masa berlaku SIM (Expiration Notice) dengan proses pelaksanaan :
a.  Mengumpulkan data pemohon SIM melalui   data base komputerisasi SIM.
b.  Data yang diambil khusus pemohon SIM yang   berdomisili di Kota Mataram.
c.  Memberitahukan dengan bersurat kepada   pemohon SIM tersebut bahwa masa berlaku   SIM yang dimiliki telah habis masa   berlakunya.
d.  Via pengiriman oleh petugas satpas dengan   menggunakan kendaraan dinas Honda CS1   maupun melalui Via Pos.
e.  Melakukan registrasi pemohon SIM dengan   masa berlaku yang sudah diberitahukan   dengan Buku Ekspedisi.
f.  Apabila Pemohon SIM melakukan   perpanjangan  dilihat dari Buku Ekspedisi   tersebut dan kemudian diproses sesuai   dengan mekanisme produksi SIM.
g. Program ini dilaksanakan demi tertibnya   administrasi kendaraan bermotor khususnya   masyarakat Kota Mataram.

Upacara Keagamaan (Mecaru)




Sat Lantas Polres Mataram melaksanakan do'a bersama sekaligus melaksanakan upacara keagamaan (mecaru) pada Hari Jum'at, tanggal 22 Oktober 2010.

Rabu, 20 Oktober 2010

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

Sejarah Polisi Lalu Lintas

SEJARAH POLISI LALU LINTAS

1.     Jaman Penjajahan

a.     Penjajahan Belanda
Sejarah lalu lintas di Indonesia tidak lepas dari perkembangan teknologi automotif dunia, yang berawal dari penemuan mesin dengan bahan bakar minyak bumi. Pada Jaman revolusi di Eropa terutama akhir abad 19 mobil dan sepeda motor mulai berkembang banyak diproduksi. Industri Mobil dipelopori oleh Benz yang perusahaannya berkembang sejak tahun 1886. Pemerintah Hindia Belanda yang saat itu menjajah Indonesia mulai membawa mobil dan sepeda motor masuk ke Indonesia. Mulai munculnya aktivitas lalu lintas kendaraan bermotor di Indonesia. Ketika mobil dan sepeda motor bertambah banyak Pemerintah Hindia Belanda mulai merasa perlu mengatur penggunaannya. Peraturan pertama di keluarkan pertama kali pada tanggal 11 Nopember 1899 dan dinyatakan berlaku tepat tanggal 1 Januari 1900. Bentuk peraturan ini adalah Reglement (Peraturan Pemerintah) yang disebut Reglement op gebruik van automobilen ( stadblaad 1899 no 301 ). Sepuluh tahun kemudian pada tahun 1910 dikeluarkan lagi Motor Reglement ( stb 1910 No.73 ). Dengan demikian pemerintah Hindia Belanda telah memperhatikan masalah lalu lintas di jalan dan telah menetapkan tugas Polisi di bidang lalu lintas secara represif.
Organ kepolisian sendiri telah ada lebih awal sejak jaman VOC, namun baru di pertegas susunannya pada masa pemerintah Gubernur Jenderal Sanford Raffles, masa pendudukan Inggris. Kantor - kantor Polisi baru ada di beberapa kota - kota besar seperti Jayakarta, Semarang, Surabaya, yang umurnya dipegang oleh Polisi Belanda pada intinya.
Untuk mengimbangi perkembangan lalu lintas yang terus meningkat, maka pemerintah Hindia Belanda memandang perlu membentuk wadah Polisi tersendiri yang khusus menangani lalu lintas, sehingga pada tanggal 15 Mei 1915, dengan Surat Keputusan Direktur Pemerintah Dalam Negeri No. 64/a lahirlah satu organ Polisi Lalu Lintas dalam tubuh Polisi Hindia Belanda. Dalam organ Polisi pada waktu itu ada empat bagian, yaitu bagian sekretaris, bagian serse, bagian pengawas umum dan bagian lalu lintas. Pada mulanya bagian lalu lintas di sebut Voer Wesen, sebagai jiplakan dari bahasa Jerman "Fuhr Wessen" yang berarti pengawasan lalu lintas. Organ ini terus disempurnakan, diberi nama asli dalam bahasa Belanda Verkeespolitie. artinya Polisi Lalu Lintas.
Selama penjajahannya Pemerintah Hindia Belanda aktif membuat aturan - aturan mengenai Polisi Lalu Lintas. Pada tanggal 23 Februari 1933 dikeluarkan Undang - undang lalu lintas jalan dengan nama : DE Wegverkeers Ordonantie (stadblaad No68). Undang - undang ini terus disempurnakan tanggal 1 Agustus 1933 (stadblaad No 327). Tanggal 27 Februari 1936 ( stadblaad No 83), tanggal 25 Nopember 1938 ( stadblaad No 657 dan terakhir tanggal 1 Maret 1940 (stadblaad No 72).
Tentu kesungguhan pemerintah Hindia Belanda bukan saja membuat undang - undang tetapi juga mengembangkan jaringan jalan dalam kota maupun antar kota, organisasi dan kader - kader Polisi Lalu Lintas terus di bentuk.

b.     Penjajahan Jepang
Setelah Belanda menyerah kepada Jepang, dalam perang Asia Timur Raya maka pemerintahan Indonesia dikuasai oleh bala tentara Jepang. Segala aspek kehidupan ditentukan oleh kekuasaan Militer. Bidang lalu lintas juga diatur dan dikuasasi dengan cara militer. Dalam organ kepolisian hanya ada organ Kempetai ( Polisi Militernya Jepang). Demikian juga mengenai pengaturan lalu lintas jalan dilakukan oleh Polisi Militer. Sedangkan Polisi Lalu Lintas tidak nampak dan tidak banyak diketahui prang pada masa itu, anggota Polisi Lalu Lintas yang bersedia bekerja sama dengan Jepang dan sudah berpengalaman sebelumnya mendapat tugas membentuk registrasi kendaraan bermotor terutama yang di tinggal pemiliknya karena suasana Jepang.
Gemblengan dan penindasan militerisme Jepang disamping menimbulkan banyak korban jiwa, namun pengorbanan tersebut tidak sia - sia karena di sisi lain mendorong semangat patriot di dada Bangsa Indonesia. Hal ini dibuktikan setelah bala tentara Jepang menyerah kepada sekutu dengan di bomnya kota Hiroshima dan Nagasaki, dengan serentak Bangsa Indonesia bergerak dan memproklamirkan kemerdekaan. Dari segala penjuru tanah air dan dari segala lapisan masyarakat, baik petani, pedagang, pegawai negeri, polisi, prajurit peta bersama - sama bahu membahu bergerak menyambut kemerdekaan yang telah diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
Polisi ( Polantas ) dengan perlengkapan yang ada, senjata, kendaraan dan lainnya siap mengamankan masyarakat dalam menyambut hari gembira yaitu Proklamasi. Dengan kendaraan yang ada Polisi Lalu Lintas mengamankan dan mengawal para pejabat / politikus yang akan menuju ke gedung Proklamasi di Jl. Pegangsaan Timur serta ke lapangan Gambir guna menyambut proklamasi yang bersejarah itu.

2.     Jaman Kemerdekaan.
a.      Periode 1945-1950
Pada masa Proklamasi ini sudah nampak kegiatan Polisi Lalu Lintas setiap ada kegiatan di jalan raya. Banyak tokoh - tokoh polisi yang ikut aktif dalam mempersiapkan hari proklamasi bersama dengan tokoh - tokoh lainnya. Tokoh - tokoh Polisi tersebut antara lain R.S. Soekanto dan R. Sumanto.
Tanggal 19 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan bahwa Polisi termasuk di dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri. Hal ini berarti Jawatan Kepolisian Negara, secara administrasi mempunyai kedudukan yang sama dengan Dinas Polisi Umum dari Pemerintah Hindia Belanda.
Ketentuan tersebut diperkuat oleh suatu maklumat pemerintah tanggal      1 Oktober 1945 yang ditanda tangani oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman dan Jaksa Agung yang telah menyatakan bahwa semua kantor kejaksaan termasuk dalam lingkungan Departemen Kehakiman sedangkan semua kantor Badan Kepolisian masuk dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri.
Tanggal 29 Desember 1945 Presiden mengangkat dan menetapkan R.S. Soekanto sebagai Kepala Kepolisian Negara R.l yang pertama. Pengangkatan ini disamping suatu kehormatan juga tantangan, dimana pada masa itu bangsa Indonesia menghadapi perang melawan Belanda. Kekurangan, keterbatasan serta kesulitan yang datang silih berganti menjadi tantangan tersendiri.
Sehari kemudian tepatnya tanggal 30 September 1945 Belanda dengan dipimpin oleh Van Der Plas membujuk Polisi Republik Indonesia berunding segitiga dengan Belanda dan Jepang. Setelah ada ijin dari Pimpinan Polisi R.l baru mau menghadiri perundingan tersebut. Dalam perundingan itu Van Der Plas memerintahkan agar Polisi tetap bekerja dengan pangkat yang ada. Apabila cakap akan tetap dipertahankan dan apabila tidak, maka akan diberhentikan. Sedangkan perwakilan Polisi R.l, Sosrodanu Kusumo memberikan masukan agar Belanda terus berhubungan dengan pemerintah R.l. Dari peristiwa itu, jelas bahwa Belanda tetap ingin menguasasi Kepolisian R.l.
Tanggal 29 Desember 1945 kantor Polisi Jakarta tiba - tiba di serbu serentak oleh tentara sekutu (Inggris ). Semua anggota Polisi di kumpulkan di Kantor Besar Polisi, baru setelah beberapa hari dilepaskan kembali.
Bulan Januari 1946 dibentuk Civil Police dimana Polisi Indonesia dan Polisi Belanda dipisahkan, sedangkan Inggris sebagai penengahnya. Hubungan antara kantor Polisi Pusat dengan Polisi Daerah pada bulan pertama praktis tidak ada. Hanya secara insidentil Kepala Kepolisian mengirim kurir - kurir ke daerah untuk meneruskan instruksi.
Pada periode ini walaupun anggota Polisi banyak yang meninggalkan tugas dan ikut bergerilya di hutan - hutan namun tugas kepolisian termasuk lalu lintas tetap berjalan, walau hanya dengan peralatan yang sederhana dan masih sangat terbatas. Pada bulan Februari 1946 Jawatan Kepolisian yang tergabung di dalam Departemen Dalam Negeri memindahkan kantor pusat / kedudukannya di Purwokerto.
Karena kesulitan yang dihadapi oleh Jawatan Kepolisian pada waktu itu sedangkan mereka sangat dibutuhkan maka pada tanggal 1 Juli 1946 dengan Penetapan Pemerintah No. 11 /SD tahun 1946 Jawatan Kepolisian Negara dipisahkan dari Departemen Dalam Negeri dan menjadi Jawatan sendiri dibawah Perdana Menteri, tanggal ini selanjutnya di jadikan tanggal kelahiran dan dijadikan hari Bhayangkara.
Pada periode ini Jawatan Kepolisian Negara, mulai membenahi wadah - wadah, organisasi kepolisian walaupun menghadapi berbagai kendala. Usaha - usaha yang telah dilakukan antara lain:
1)       Menyusun suatu Jawatan pusat dengan bagian - bagiannya. Tata Usaha Keuangan, Perlengkapan, Organisasi Pengawasan Aliran Masyarakat dan Pengusutan Kejahatan.
2)    Menciptakan peraturan - peraturan mengenai pakaian dinas, tanda pangkat, tata tertib dan tata susila, baris berbaris dan lain - lain.
3)       Menyusun kembali Polisi Lalu Lintas, dengan tugas lain yang pada saat dan waktu mendatang diperlukan.
Dasar penyusunan kembali Polisi Lalu Lintas tersebut secara resmi tidak diketahui, namun penyusunan ini mudah disebabkan keadaan lalu lintas yang memang masih belum seramai seperti sekarang ini. Jumlah kendaraan di masa pendudukan Jepang masih sangat sedikit.
Sisa kendaraan dari masa pendudukan Jepang yang ditinggal sedikit menjadi semakin berkurang, karena usia dan suku cadang yang tidak tersedia atau sulit mencari gantinya. Pada periode ini masalah lalu lintas belum mendapat perhatian yang sungguh - sungguh.

b.     Periode 1950-1959
Pada periode ini lahir Seksi Lalu Lintas dalam wadah Polisi Negara R.l. Sebenarnya usaha -usaha penyusunan kembali organisasi Polisi Indonesia itu sudah ada sejak diangkatnya Kepala Jawatan Kepolisian Negara namun usaha itu terhenti pada saat pecah perang kemerdekaan ke dua ( Clash II)
Setelah penyerahan kedaulatan Negara R.l tanggal 29 Desember 1949 baru dapat dilanjutkan kembali. Pimpinan Polisi di daerah pendudukan yang dipegang oleh kader - kader Belanda di ganti oleh kader - kader Polisi Indonesia. Hanya dalam mereorganisasi Kepolisian Indonesia dinamakan Jawatan Kepolisian dan pada masa terbentuknya Negara Kesatuan tanggal 17 Agustus 1950 berubah namanya menjadi Jawatan Kepolisian Negara.
Karena kemajuan dan perkembangan masyarakat yang mulai perlu diantisipasi maka organisasi Polisi memerlukan penyesuaian agar dapat mewadahi dan menangani pekerjaan dengan cepat. Untuk itu diperlukan spesialisasi. Sehingga tanggal 9 Januari 1952 dikeluarkan order KKN No.6 / IV / Sek / 52. Tahun 1952 mulai pembentukan kesatuan - kesatuan khusus seperti Polisi Perairan dan Udara serta Polisi Lalu Lintas yang dimasukkan dalam pengurusan bagian organisasi. Untuk Polisi Lalu Lintas di wilayah Jakarta Raya merupakan bagian tersendiri yang mempunyai rumusan tugas sebagai berikut:
1)                Mengurus lalu lintas
2)                Mengurus kecelakaan lalu lintas
3)                Pendaftaran nomor bewijs
4)                Motor Brigade keramaian
5)                Komando pos radio dan bengkel
Dengan kemajuan teknologi dan perkembangan lalu lintas yang semakin pesat Kepala Jawatan Kepolisian Negara memandang perlu untuk membangun wadah yang konkrit bagi penanganan -penanganan masalah lalu lintas. Oleh karenanya maka pada tanggal 22 September 1955. Kepala Jawatan Kepolisian Negara mengeluarkan Order No 20 / XVI / 1955 tanggal 22 September 1955, tentang Pembentukan Seksi Lalu Lintas Jalan, pada tingkat pusat yang taktis langsung di bawah Kepala Kepolisian Negara. Maka saat itu dikenal istilah lalu lintas jalan untuk pertama kalinya, yang mempunyai rumusan tugas sebagai berikut:
1)                Mengumpulkan segala bahan yang bersangkutan dengan urusan lalu lintas jalan
2)                Memelihara / mengadakan peraturan, peringatan dan grafik tentang kecelakaan lalu lintas , jumlah pemakai jalan, pelanggaran lalu lintas jalan.
3)                Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan perundang - undangan lalu lintas jalan dan menyiapkan instruksi guna pelaksanaan di berbagai daerah.
4)                Melayani sebab - sebab kecelakaan lalu lintas jalan di berbagai tempat di Indonesia, dan menyiapkan instruksi dan petunjuknya guna menurunkan / mengurangi angka kecelakaan lalu lintas.
Tahun 1956, di tiap kantor Polisi Propinsi dibentuk Seksi Lalu Lintas dengan Order Kepala Kepolisian Negara No. 20 / XIII /1956 tanggal 27 Juli 1956 kemudian di kesatuan - kesatuan / kantor -kantor Polisi Karesidenan, selanjutnya pada tingkat Kabupaten di bentuk pula seksi - seksi Lalu lintas dengan berdasar pada Order KKN tersebut.
Kegiatan dan peristiwa penting dalam tugas Polantas pada periode ini adalah pengamanan Konferensi Asia Afrika yang berlangsung di Bandung bulan April 1955, konferensi dihadiri delegasi dari berbagai negara Asia Afrika. Konferensi mempunyai arti penting baik bagi Indonesia maupun negara -negara Asia Afrika dalam rangka mengubah pandangan dan nasib bangsa - bangsa Asia Afrika. Polisi Lalu Lintas berperan aktif memberikan perlindungan, keamanan, keselamatan jalan dan kelancaran lalu lintas. Mengawal dan mengamankan jalan di tempat - tempat yang dilalui para tamu negara, di lokasi konferensi maupun tempat - tempat lainnya yang dikunjungi. Tugas pengamanan ini merupakan tugas yang sangat berat bagi Polisi Lalu Lintas. Bahkan untuk tugas ini Polisi Lalu Lintas mengerahkan tenaga secara besar - besaran dari seluruh Jawa. Peristiwa ini patut di catat dalam sejarah Polisi. Dimana tugas mengabdi pada bangsa dan negara ini berhasil dan sukses.
Pada peristiwa Cikini dimana Presiden Soekarno mendapat serangan granat dari komplotan tidak bertanggung jawab, saat menghadiri ulang tahun Perguruan Cikini. Dalam peristiwa ini banyak jatuh korban. Dua anggota Polantas yang saat itu mengawal rombongan dari tempat tersebut sebelum sempat melapor telah didahului dengan lemparan granat ke arah Presiden tetapi tidak mengenai sasaran, namun malah mengenai Aipda Muhammad dan Bripda Ahmad sehingga gugur dalam melaksanakan tugas mulia tersebut. Atas jasa dan pengorbanan kedua anggota Polantas tersebut pemerintah memberikan penghargaan dan jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. Dua peristiwa tersebut dan beberapa peristiwa lain patut dicatat bahwa betapa besar tugas Polisi Lalu Lintas yang telah dilaksanakan dengan tabah, tekun dan penuh pengabdian.
Pada periode ini telah diadakan beberapa kegiatan untuk perbaikan lalu lintas antara lain menyangkut engineering misalnya:
1)                Diperkenalkannya istilah pulau - pulau jalan oleh Komisaris Besar Untung Margono untuk pertama kalinya di Indonesia. Pada pembuatan pulau - pulau ini diadakan kerja sama dengan Departemen Pekerjaan Umum dengan maksud untuk kelancaran lalu lintas.
2)                Penegasan kembali pemasangan rambu - rambu lalu lintas yang mulai nampak      adanya penyimpangan - penyimpangan, baik bentuk, warna maupun    pemasangannya. Untuk itu pemasangan  rambu  perlu dasar hukum     yang kuat karena   Indonesia sudah   menjadi anggota Convention on Road Traffic.
3)                Dimulainya pendidikan lalu lintas pada anak - anak sekolah agar anak -   anak sejak kecil sudah kenal dengan masalah - masalah lalu lintas. Maka  dibentuklah Badan Keamanan Lalu Lintas (BKLL) untuk pertama kali di   Jakarta pada tahun 1953 dengan maksud :
a)            Menanamkan rasa tanggung jawab akan keselamatan lalu lintas terhadap orang   lain dan terhadap umum.
b)           Membantu menjaga keamanan lalu lintas dan mengurangi kecelakaan terutama yang melibatkan anak - anak sekolah
c)            Berusaha mewujudkan cita - cita masyarakat yang mempunyai disiplin lalu lintas yan tinggi sopan santun dan berpengetahuan lalu lintas yang luas.

c.        Periode 1959 -1965

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 secara fundamental membawa sistem politik dan ketatanegaraan berubah yaitu kembali ke UUD 1945 dengan sistim kabinet Presidentil, Presiden disamping sebagai Kepala Negara juga sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Presiden juga menjabat sebagai Panglima Tertinggi ABRI. Dengan kembali ke UUD 1945 membawa perubahan baik struktural maupun strategis, maka istilah kementerian diganti departemen, seperti kementerian pertahanan menjadi Departemen Pertahanan Nasional.
Selanjutnya dengan Keppres No. 15 tahun 1963 Kepala Staf Angkatan berstatus sebagai menteri / Panglima Angkatan memegang kekuasaan tertinggi pada angkatannya dan bertanggung jawab langsung kepada Panglima Tertinggi / Presiden R.l.
Didalam tubuh kepolisian terjadi perubahan yang mendasar yaitu dari Jawatan Kepolisian Negara berubah menjadi Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI) karena AKRI tetap konsekuen dan konsisten pada tugasnya, maka pada jaman dicanangkannya Trikora, Dwikora maupun penumpasan gerakan pengacau keamanan tetap aktif pada kancah tugas perjuangan. Disamping itu kegiatan pejuang - pejuang AKRI dalam hal ini Polantas tetap setia dan berbakti kepada Negara.
Pada tanggal 23 Oktober 1959 dengan peraturan sementara dari Menteri / KKN di keluarkan peraturan sementara Menteri /KKN No. 2.PRA/MK/1959 tentang Susunan dan Tugas Markas Besar Polisi Negara. Dengan berdasar pada peraturan ini status Seksi Lalu Lintas Jalan di perluas menjadi Dinas Lalu Lintas dan Polisi Negara Urusan Kereta Api (PNUK). Tugas - tugas lainnya antara lain :
1)       Mengatur pemberian jaminan bantuan kepada instansi - instansi yang membutuhkan bantuan Polisi bagi kelancaran dan keamanan lalu lintas daratan.
2)       Kedua mengatur pelaksanaan pemeliharaan kelancaran dan keamanan lalu lintas di daratan termasuk Kereta Api.
3)       Memberi nasehat dan saran - saran mengenai soal - soal lalu lintas di daratan kepada instansi - instansi yang membutuhkan.
Kepala Dinas Lalu Lintas / PNUK adalah Ajun Komisaris Besar Polisi Untung Margono yang menggantikan Komisaris Besar Polisi H.S Djajoesman.
Lahirnya Undang - Undang Pokok Kepolisian No. 13 /1961 tanggal 19 Juni 1961 merupakan sejarah Kepolisian R.l yang sangat penting sebagai realisasi cita - cita yang selalu menjiwai kehidupan Korps Kepolisian Negara seirama dengan gelora perjuangan rakyat.
Setelah pergantian pimpinan Polisi dari Menteri Muda Kepolisian R.S. Soekanto oleh Sukarno Djoyo Negoro mantan Kepala Kepolisian Jawa Timur, kemudian disusul reorganisasi kepolisian yaitu tentang susunan dan tugas kepolisian tingkat departemen.
Dalam reorganisasi ini Dinas Lalu Lintas / PNUK dimasukkan dalam Korps Polisi Tugas Umum termasuk didalamnya Perintis Polisi Wanita dan Polisi Umum, tanpa mengurangi tugas - tugas Dinas Lalu Lintas sebelumnya :
1)       Perubahan itu tertuang dalam Peraturan Sementara JM Menteri/KSAK tanggal 31 Desember 1961.
2)       Tanggal 23 Nopember 1962 dikeluarkan pula peraturan JM Menteri/KSK No. 2.PRT/KK/62 dibentuk kembali Dinas Lalu Lintas, yang terpisah dari Polisi tugas Umum, sedangkan PNUK tetap dimasukkan dalam jajaran Polisi Tugas Umum.
3)       Tanggal 14 Februari 1964 dengan Surat Keputusan JM MEN PANGAK No. Pol.:11/SK/MK/64 Dinas Lalu Lintas diperluas kembali statusnya menjadi Direktorat       Lalu Lintas. Dengan Surat Keputusan ini maka untuk pertama kali reorganisasi kepolisian bidang lalu lintas menggunakan nama Direktorat Lalu Lintas di tingkat pusat.
Dalam perkembangan selanjutnya, bekerja sama dengan Departemen Perhubungan Darat dan Direktorat Pendidikan dan Latihan telah dirintis pendidikan kejuruan kader-kader Polantas. Kelanjutan dari kerja sama ini adalah, dikirimnya beberapa Perwira Polisi ke Amerika yaitu Northwestern University Of Traffic Institute (NUTI) dan California High Way Patrol di Sacrament (USA) untuk memperluas pengetahuannya di bidang lalu lintas.
Dengan kembalinya para perwira yang mengikuti tugas belajar di Amerika, mulailah dirintis untuk pertama kalinya pendidikan Bintara Patroli Jalan Raya (PJR) di Sukabumi tahun 1962 yang diikuti oleh 40 siswa Polisi Lalu Lintas Komisaris di P. Jawa dan Bali. Dan mulai pula Kesatuan Lalu Lintas mengembangkan sayapnya guna memenuhi tuntutan jaman dengan membentuk kesatuan-kesatuan PJR. Pembentukan kesatuan memerlukan perlengkapan yang cukup, dan hal ini dipenuhi dengan bantuan dari pemerintah Amerika Serikat seperti kendaraan bermotor (Jeep dan sedan Falcon dan Chevy) serta alat-alat komunikasi radio (motorola), sepeda motor Harley Davidson.
Adanya kesatuan PJR didalam tubuh Polri/ Polantas, merupakan suatu organ baru yang sangat menunjang dan sangat diperlukan, baik untuk keamanan, dan penegakan hukum serta penyidikan kecelakaan lalu lintas, tugas-tugas tindakan pertama pada kejahatan maupun bantuan taktis dapat dilaksanakan.
Karena Perkembangan situasi politik, hubungan diplomatik Indonesia dengan Amerika Serikat mulai memburuk kemudian Polri lepas hubungan dengan Amerika Serikat, sehingga bantuan terputus.
Bidang pendidikan masyarakat lalu lintas mulai dikembangkan, Polisi Lalu Lintas mulai membuat majalah, mengenalkan cara berlalu lintas pada pramuka dan membentuk Patroli Keamanan Sekolah (PKS). Karena kecelakaan lalu lintas sudah mulai menjadi masalah, Polisi Lalu Lintas mulai mengadakan penerangan-penerangan kepada masyarakat tentang tata cara berlalu lintas yang baik dan benar.
Pada periode ini mulai muncul usaha yang kuat untuk menyusun Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan untuk menggantikan VWO tahun 1933 peninggalan Belanda. Tahun 1965 berhasil menyusun Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya No. 3Tahun 1965.
Kegiatan-kegiatan Polantas terus dikembangkan, tugas operasional Polisi Lalu Lintas tidak terbatas hanya berkaitan dengan lalu lintas saja, tetapi juga yang berkaitan dengan fungsi lain seperti ikut membantu penindakan terhadap kejahatan, penculikan, kebakaran dan lain-lain. Disamping itu dalam setiap penyelenggaraan kegiatan yang bersifat internasional di Indonesia Polisi Lalu Lintas selalu berperan aktif. Sebagai contoh penyelenggaraan kegiatan olah raga bulu tangkis
Dalam kegiatan seperti ini Polisi Lalu Lintas memberi andil cukup penting dalam hal tugas pengaturan lalu lintas, pengamanan jalan, pengawalan, agar tetap lancar. Peran Polantas lainnya dalam kegiatan olah raga internasional adalah dalam penyelenggaraan Asean Games IV, Sea Games dan beberapa kegiatan olah raga lainnya.

d.      Periode 1965 -1998.
Munculnya gerakan G 30 S/PKI pada tanggal 30 September 1965 menuntut segenap alat negara untuk bersatu dengan kokoh, meskipun cukup alot, integrasi Polri ke tubuh ABRI akhirnya dapat berlangsung. Keterpaduan ABRI dan Polisi diharapkan menjadi kekuatan Hankam yang tangguh untuk menghalau setiap pemberontakan dan pengacau yang mengancam keamanan negara dan bangsa Indonesia. Integrasi ABRI dengan Polri di kongkritkan dengan Keppres no. 79/1969 yang berisi Pembagian dan Penentuan Fungsi Hankam. Meskipun berbeda dengan angkatan perang yang terdiri dari AD, AU dan AL tetapi Polri menjadi bagian dari Departemen Hankam. Dengan Keppres tersebut Polri kembali mengadakan penyesuaian-penyesuaian dan perubahan-perubahan dalam tubuh organisasi baik di tingkat pusat maupun daerah. Demikian halnya di kesatuan Polisi Lalu Lintas.
Untuk menyusun organisasi kepolisian maka dikeluarkan Surat keputusan Men Hankam Pangab No. Kep. A./385A/1111970 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara R.l. Sebagai penjabarannya dikeluarkan Surat Keputusan Kapolri No.Pol. 113/SK/1970 tanggal 17 September 1970 tentang Organisasi Staf Umum dan Staf Khusus dan Badan-badan pelaksana Polri, maka lahirlah organisasi baru di lingkungan Polri. Demikian juga di kalangan Polisi Lalu Lintas Pusat.
Dua tahun sebelum surat keputusan ini (tahun 1968) di tingkat pusat dibentuk Pusat Kesatuan Operasi Lalu Lintas (Pusatop Lantas), dengan komandannya KBP Drs. U.E. Medelu. Dengan keluarnya SK tersebut berubah kembali menjadi Direktorat Lalu Lintas tahun 1970, yang merupakan salah satu unsur Komando Utama Samapta Polri, sehingga kemudian disebut Direktorat Lalu Lintas Komapta.
Pada periode ini dibentuk Patroli Jalan Raya (PJR) oleh Mabes Polri, meski sebenarnya pembentukan Patroli Jalan Raya sudah dilakukan di Kepolisian Daerah, namun baru tahun 1966 dibentuk secara resmi berdasarkan instruksi Men Pangab No. 31/lnstr/MK/1966. Pembentukan Kesatuan PJR ini memang didasari dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang. Dalam pelaksanaan tugasnya anggota PJR dituntut untuk selalu siaga dan berpedoman kepada motto courtesy, protection, and service (ramah tamah perlindungan dan pelayanan). Detasemen PJR ini dipimpin oleh seorang komandan yang ditunjuk oleh Direktur Lalu Lintas dibawah pengawasan Kepala Dinas Pengawasan Direktorat Lalu Lintas.
Permasalahan lalu lintas mulai terasa meningkat ditandai meningkatnya frekwensi pelanggaran lalu lintas. Nampaknya masalah ini cukup merisaukan, terlebih para aparat penegak hukum. Dipandang dari segi sarana penindakan tampak memang kurang efektif. Tahun 1969 dibentuk team untuk merumuskan sistem penindakan pelanggaran lalu lintas yang praktis dan cepat.
Pada tanggal 11 Januari 1971 lahir Surat Keputusan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung No. 001/KMA/71, Jaksa Agung No. 002/DA/1971, Kepala Kepolisian R.l No. 4/SK/Kapolri/71 dan Menteri Kehakiman No. JS/1/21 yang mengesahkan berlakunya Sistem Tilang untuk pelanggaran lalu lintas. Dari Pihak Polri Tim perumus diwakili oleh Jenderal Memet Tanu Miharja, Brigjen Pol. Drs. VE. Madelu, Letkol Pol Drs. Basirun. Mulai tahun 1971 mulailah pelanggaran lalu lintas ditindak dengan tiket system yang dikenal dengan bukti pelanggaran disingkat tilang.
Tanggal 29 Maret 1969 didirikan Pusat Pendidikan Lalu Lintas (Pusdik Lantas) yang berkedudukan di jalan MT. Haryono Jakarta Selatan, masih satu kantor dengan Direktorat Lalu Lintas Polri. Kemudian pada tahun 1985 dipindahkan ke Serpong Tangerang Jawa Barat sampai saat ini sejak tahun 1969 pendidikan lalu lintas untuk Perwira dan Bintara Lalu Lintas dapat dilaksanakan secara teratur.
Berdasarkan Surat Keputusan Men Hankam No. Kep/15/IV/1976 tanggal   13 April 1976, Skep Kapolri No. Pol. Skep/507V111/1977, dan Skep Kapolri No. Pol. Skep/53/VII/1977 di tingkat Mabak terdapat dua unsur lalu lintas. Pertama ; Dinas Lalu Lintas Polri yang berkedudukan sebagai Badan Pelaksana Pusat dibawah yang sehari-harinya dikoordinasi oleh Deputy Kapolri dengan tugas pokok membantu Kapolri untuk menyelenggarakan segala kegiatan dan pekerjaan di bidang pencegahan, penanggulangan terhadap terjadinya gangguan/ancaman terhadap Kamtibmas di bidang Lantas dan menindak apabila diperlukan dalam rangka kegiatan atau operasional Kepolisian, Kedua : pusat system senjata Lalu Lintas Polri yang berkedudukan dibawah Danjen Kobang Diklat Polri dengan tugas pokok menyelenggarakan segala usaha kegiatan mengenai pengembangan taktik dan teknik system senjata serta pendidikan latihan di bidang fungsi teknis lalu lintas Polri dalam rangka system Kamtibmas, serta tugas lain yang dibebankan padanya. Pusdik lantas kedudukannya dibawah Pusenlantas sebagai penyelenggara pendidikan. Dan secara organisatoris terpisah dari Dinas Lalu Lintas.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Pangab No.Kep/11/P/III/1984 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian Negara R.l, dan Keputusan Kapolri No. Pol: Kep/09/X/1984 tanggal 30 Oktober 1984, Pusdik lantas kembali berada di bawah Direktorat Pendidikan Polri.
Pada tahun 1984 dengan Surat keputusan Pangab No. Kep/11/P/ll 1/1984 tanggal 31 Maret 1984 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Kepolisian R.l, Dinas Lalu Lintas Polri dirubah dan diperkecil struktur organisasinya menjadi Sub Direktorat Lalu Lintas Polri di bawah Direktorat Samapta Polri bersama-sama dengan Subdirektorat Polisi Perairan, Polisi Udara dan Satwa Polri.
Pada tahun 1991 tepatnya tanggal 21 Nopember 1991 Subdirektorat Lalu Lintas dikembangkan kembali organisasinya menjadi Direktorat Lalu Lintas Polri berkedudukan di bawah Kapolri yang sehari-harinya dikoordinasikan oleh Deputi Operasi Kapolri.

e.      Periode 1998 s/d sekarang
Pada pertengahan tahun 1997, diawali dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, Indonesia dilanda resesi dan krisis moneter dan berkembang menjadi krisis ekonomi. Masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa melakukan demonstrasi menyatakan tidak percaya lagi dengan pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Pada tanggal 12 Mei 1998 terjadi peristiwa berdarah dengan meninggalnya 4 orang mahasiswa peserta demonstrasi di depan Universitas Trisakti Jakarta, hal ini yang memicu gerakan demonstrasi mahasiswa yang lebih besar dan menguasai gedung DPR/MPR R.l. Peserta demonstrasi tidak terbatas pada mahasiswa Ibu Kota Jakarta tetapi di semua kota di seluruh Indonesia. Para mahasiswa menuntut adanya reformasi total termasuk turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan. Tuntutan tersebut mendapatkan hasil dengan mundurnya presiden Soeharto dan diganti B.J. Habibie, yang sebelumnya menjabat Wakil Presiden. Presiden Habibie membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan dan segera mempersiapkan pelaksanaan Pemilu untuk membentuk pemerintahan baru sesuai dengan kehendak rakyat.
Pada waktu terjadi demonstrasi dan kekacauan di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia. Polisi Lalu Lintas tetap aktif mengendalikan arus lalu lintas dalam melaksanakan tugas dibidang lalu lintas lainnya dengan penuh semangat, walaupun gelombang demonstrasi panjang cukup melelahkan Polisi Lalu Lintas tetap mewujudkan Kamtibcar Lantas.
Seiring dengan tuntutan demokratisasi  dan supremasi hukum maka ditahun 1999 kedudukan Polri dipisahkan dari bagian ABRI menjadi di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan. Dengan terbitnya Ketetapan     Majelis     Permusyawaratan  Rakyat  Republik   Indonesia       Nomor : VI/MPR/2000  tanggal 18 Agustus 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Nomor : VII/MPR/2000 tanggal 18 Agustus 2000 tentang Peran Tentara Nasional Republik Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kedudukan Polri benar – benar mandiri dan terpisah dari  peran pertahanan, seiring dengan perubahan dan pemisahan Organisasi Polri dari Organisasi ABRI maka disusun pula Undang – Undang Kepolisian sebagai perubahan dari Undang – Undang No 27 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menjadi Undang – Undang No 2 Tahun 2002.
Pada tahun 2004 merupakan salah satu tonggak sejarah yang menunjukkan eksistensi Polantas yaitu dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2004 tentang Penetapan Tarif PNBP yang berlaku dilingkungan Polri dimana 7 kewenangan yang diatur dalam PP tersebut 6 kewenangan milik Polantas. Dengan terbitnya PP No 31 Tahun 2004 sebagai pelaksanaan dari Undang – undang No 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak menghilangkan kesan Duplikasi tugas Pokok Polisi Lalu Lintas dengan Departemen Perhubungan, yaitu dimana Peran Polisi Lalu Lintas berada dalam tataran Keamanan Dalam Negeri melalui Registrasi dan Identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi yang merupakan ciri khas dari tugas – tugas Polisi secara Universal selaku aparat penegak hukum menggunakan Identifikasi dalam upaya  pembuktian bahwa telah terjadi suatu tindak pidana, sedangkan  Peran Departemen Perhubungan berada dalam tataran Regulator Transportasi Nasional.
Dengan pemberlakuan PP ini pula merupakan salah satu ciri khas yang dimiliki oleh fungsi teknis Polisi Lalu Lintas  yaitu dapat memberi masukan kepada kas  negara melalui biaya administrasi yang dipungut atas pelayanan Polri kepada masyarakat berdasarkan tarif yang telah ditentukan oleh Peraturan Pemerintah tersebut.
Perubahan sosial yang berjalan seiring dengan perkembangan globalisasi telah membawa pengaruh terhadap perubahan paradigma masyarakat. Menyadari dan memahami sepenuhnya keberadaan Polantas saat ini, diperlukan strategi ke depan yang sesuai dengan perubahan lingkungan strategik yang dihadapi Polantas. Perubahan Paradigma Polantas seiring dengan perubahan paradigma Polri yang merupakan refleksi dan tuntutan terhadap peningkatan peran dan tugas Polantas yang semakin kompleks di tengah - tengah masyarakat. Tuntutan akan Polantas yang Profesional dan Proporsional yang bercirikan Perlindungan, Pengayoman, Pelayanan kepada masyarakat, Penegakan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia dalam rangka kepastian hukum dan terwujudnya kamtibcar lantas menuntut reposisi atas kedudukan serta pemulihan fungsi dan peranannya.
Dalam rangka mewujudkan tuntutan tersebut Direktorat Lalu Lintas telah menyusun Program Pembangunan Polisi Lalu Lintas 5 (Lima) tahun kedepan dan perubahan struktur organisasi menjadi organisasi yang berada langsung di bawah Kapolri, dengan maksud dan tujuan agar Masyarakat pemakai jalan memahami dan yakin kepada Polantas sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dalam kegiatan Pendidikan Masyarakat lalu lintas, penegakan hukum lalu lintas, pengkajian masalah lalu lintas, registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, demi tercapainya keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.